Cerita Tentang Bali
Sepuluh
tahun yang lalu, aku dan keluarga berwisata ke Bali dengan menggunakan bus.
Sepanjang perjalanan, tak jarang bus kami terperangkap dalam kemacetan. Belum lagi
harus melalui Jalan Nagrek yang ngeri-ngeri sedap itu. Aktivitas yang dapat
dilakukan hanyalah mendengarkan musik lewat walkmen,
tidur berjam-jam, sampai menahan pipis karena AC bus yang sangat dingin.
Perjalanan
pun ditempuh selama kurang lebih 30 jam. Kami diberi kesempatan untuk sikat
gigi dan mandi saat bus stop di rest area
untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Sesampainya di Pelabuhan Ketapang,
kami harus naik ferry untuk mencapai Pulau Dewata. Setelah berjam-jam terombang-ambing
di Selat Bali, akhirnya kami sampai di Pelabuhan Gilimanuk. Apakah perjalanan
sudah usai? Belum!
Perjalanan
menuju Kota Denpasar memakan waktu 2 jam. Kami pun tiba di hotel menjelang
malam hari. Setelah pembagian kunci kamar, kami langsung beristirahat saking
capeknya. Anak-anakku yang waktu itu masih berumur 11 dan 12 tahun langsung
bersin, flu, dan pilek. Padahal besok kami sudah harus mengikuti rangkaian
acara tur di Bali. Tapi justru malah tumbang karena saking lama di perjalanan.
Ujung-ujungnya,
liburan di Bali menjadi kurang menyenangkan karena harus memakai jaket di pantai,
selektif memilih makanan, sampai istirahat lebih cepat karena kondisi badan
yang drop. Belum lagi membayangkan
perjalanan pulang yang akan ditempuh selama 30 jam lagi. Rasanya sudah tidak
sanggup lagi. Liburan yang seharusnya diisi dengan senyuman, justru diakhiri
dengan wajah pias dan pucat karena kurang tidur.
Untungnya,
AirAsia hadir di Indonesia untuk mewujudkan mimpi masyarakat Indonesia untuk
dapat terbang. Semboyan “Now Everyone Can Fly” memang bukan hanya pemanis semata,
tetapi juga dirasakan oleh kami sekeluarga. Delapan tahun kemudian, kami pergi
berlibur kembali ke Bali. Berkat promo AirAsia, kami sekeluarga bisa naik
pesawat pertama kalinya ke Bali! Hanya dengan 2 jam 10 menit, kami sudah tiba
di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali.
Ketika
pesawat tiba siang hari, sorenya kami sudah bisa berjalan-jalan di Kuta sambil
melihat suasana malam yang indah. Waktu yang terbuang dalam perjalanan lebih
sedikit dan kami pun bisa lebih puas mengeksplorasi berbagai wisata menarik
yang ada di Bali. Tidak ada lagi bayang-bayang perjalanan 30 jam yang
melelahkan, tapi kegembiraan dan keceriaan keluarga yang bisa didapat dengan
maksimal.
AirAsia
memang mampu mengubah hidup kami sekeluarga. Jika dulu pesawat dianggap sebagai
barang mewah yang hanya bisa dinaiki oleh orang yang mempunyai banyak uang,
sekarang pesawat adalah alat transportasi yang mampu mewujudkan banyak mimpi.
Tatkala memasuki kabin pesawat, aku melihat ada rona muka bahagia yang
menceritakan rencana perjalanan mereka. Destinasi boleh sama, tapi kenangan dan
kisah perjalanan yang ditempuh mempunyai nilai berharga tersendiri bagi para traveler.
Terima
kasih AirAsia karena telah mewujudkan mimpi saya, keluarga, dan jutaan orang
lainnya yang berhasil terbang karena promo hemat yang ditawarkan. Saya tidak
bisa membayangkan seandainya AirAsia tidak ada, mungkin Bali hanya dapat
ditempuh selama 30 jam dengan oleh-oleh pinggang encok, mata panda, serta kaki
kesemutan. Kini pulang dari Bali, aku membawa sarung, kerajinan tangan, dan
oleh-oleh untuk sanak saudara di rumah.
Semoga
AirAsia terus mengudara dan menjadi pilihan utama keluarga Indonesia dalam
menjelajahi Indonesia dan dunia!
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih untuk apresiasinya :)